REFLEKSI KRITIS : 8 TAHUN PEMERINTAHAN PRESIDEN JOKO WIDODO
Oleh : Moh. Syahrul
Pra kata
Alhamdulilahirobbil’aalamiiin, Puji Syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan nikmat, rahmat dan hidayahnya Sehingga saya memiliki kesempatan dalam menuliskan sebuah Refleksi Kritis : 8 Tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Shalawat beriring salam kita kirimkan kepada Nabi Allah, Muhammad SAW sebagai Suri Tauladan Umat Islam, Sang Revolusioner Sejati dan juga sebagai Makhluk terbaik yang telah mencerahkan Alam Semesta serta membawa umat manusia keluar dari zaman yang biadab menuju zaman modern yang saat ini Teknologi sebagai sarana praktis dalam menebarkan Agama Islam dengan Al-qur’an dan As-Sunnah Sebagai Pedoman dalam menapaki proses kehidupan.
Menjelang berakhirnya 1 dekade pemerintahan Presiden Joko Widodo, penting kemudian kita selaksu agen krtitis menguraikan dan menyoroti pro dan kontra kebijakan pemerintah yang di pimpin orang nomor satu di republic ini Presiden Jokowi Sejak periode pertama (2014-2019) dan Kembali terpilih pada periode kedua (2019-2024) yang saat ini telah berjalan delapan tahun terhitung sejak periode pertama.
Indonesia yang saat ini telah berusia tujuh puluh tujuh tahun dan dengan sistem demokrasi yang belum mengalami kematangan dalam implementasi. Pemerintah sebagai Eksekutor dalam mewujudkan suatu sistem yang demokratis dan substantif dengan rakyat sebagai tumpuan masih belum mengalami pertumbuhan, terlihat pada saat pemilu tahun 2019 silam terjadi polarisasi oleh dua poros paslon saat itu dan hingga kini polarisasi itu masih terus bergulir. Hal semacam itu tentu masih akan terjadi jika pemerintah masih menutup mata bahwa pentingnya mendewasakan sebuah sistem yang demokratis dan mengarah ke yang lebih substansial.
Sudah tahun kedelapan kepemimpinan Presiden Jokowi, potret kritis masyarakat Indonesia secara continu tertuang dalam demonstrasi jalanan di seluruh daerah Indonesia, mengecam policy yang kontra di Masyarakat dan lain sebagainya. Seringkali orasi-orasi ilmiah itu mengalami tindakan represif oleh aparat kepolisian, namun hal-hal semacam itu tak kunjung ada pembenahan seolah satu nyawa lebih berharga dibandingkan dengan sebuah tahta. Pertanyaan yang paling fundamental saat ini yang kemudian melandasi catatan merah Refleksi Kritis ; 8 Tahun Pemerintahan Presiden Jokowi antara lain, apakah keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia telah terpenuhi ?, Kemanusiaan yang adil dan beradab terjadi di negara ini? Atau Tentang ketuhanan, sudah berapa banyak ulama yang mendapatkan perlakuan diskriminatif hanya karena mengkritik kekuasaan yang dzolim ? dengan agregat kedzoliman dan inkonstitusional yang terjadi, apakah seperti itu pemahaman pemerintah terhadap philosophische Grondslag yang disebutkan oleh proklamator bangsa ini ? Problem kebangsaan diatas masih menjadi highlight dalam menghantaran refleksi kritis ini dan menginterupsi beberapa kebijakan yang kontroversial di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Uraian-uraian tersebut akan tersaji secara singkat di halaman-halaman selanjutnya.
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden RI yang dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014 memilih Presiden dan Wakil Presiden untuk Masa Bakti 2014-2019. Pada pemilu tersebut hanya menghadirkan dua Paslon Capres dan Cawapres yaitu Prabowo Subianto Berpasangan dengan Hatta Rajasa dan Joko Widodo berpasangan dengan Jusuf Kalla yang juga Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2004-2009. Pemilihan Umum tersebut dimenangkan Oleh Pasangan calon Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden Presiden terpilih dengan memperoleh suara akumulatif sebesar 53,15% mengalahkan Paslon Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang memperoleh suara sebesar 46,85% sesuai dengan keputusan KPU RI pada 22 Juli 2014 dan kemudian Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih dilantik pada 20 Oktober 2014 bertempat di Gedung DPR/MPR RI sekaligus menggantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Sebagai Nahkoda baru di republic Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden Terpilih mengusung cabinet kerja guna membantu merealisasikan Visi-misi Presiden 5 tahun. Pada periode pertama ini dengan cabinet kerja dan sekitar 34 Kementrian berfokus pada program kerjam yaitu, pembangunan di sector Maritim, Pangan, Energi dan Infrastruktur. Dalam merealisasikan program-program kerja di periode pertama, ada beberapa hal yang kemudian masih banyak yang kurang optimal. Diantaranya yang menjadi sorotan kami yaitu dalam bidang industry hanya meningkat 5% pada periode pertama sementara Negara-negara lain sudah berada diatas 20% persen. Di era Pemerintahan Presiden Jokowi periode pertama, beberapa uraian kritis terkait janji politik dan kinerja Pemerintahan Presiden Jokowi periode 2014-2019 yang masih banyak belum terealisasi. Pertumbuhan Ekonomi Tak tercapai 7 persen Presiden Jokowi Menjanjikan pertumbuhan Ekonomi akan mencapai 7 persen di Awal menjabat, namun nyatanya hal itu tidak terealisasi dan hanya bertumbuh 5 persen. Tentu ada alasan dari pemerintah kenapa kemudian ekonomi nasional tidak bertumbuh.” Menurut Mentri Keuangan Sri Mulyani, agak sulit Mendorong pertumbuhan ekonomi nasional sampai pada 7 persen namun kami tetap akan mengupayakan. Pertumbuhna 5 persen kami anggap itu sudah baik”. Imbuhnya. Utang Negara Tak Berkurang Di era pemerintahan Presiden SBY menurunkan Rasio utang terhadap PDB hingga 24,7 persen dari sebelumnya 47,3 persen saat ia mulai menjabat di tahun 2005. Namun menurut Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, “bahwa sikap pemerintah berutang adalah wajar dan masih dalam kategori aman. Beliau menambahkan selagi masih berada di bawah batas yang ditentukan, maka utang negara masih aman’. Bank dunia menyebutkan rasio utang dengan Produk Domestic Bruto (PDB) Indonesia berada di kisaran 29 persen dari 30 persen. Hingga di periode kedua pemerintahan presiden Joko Widodo hutang negara tercatat tembus Rp. 7.420,47 Triliun. Dampak negative akibat utang luar negri tersebut, Indonesia akan semakin bergantung kepada negara lain dan tentu hal itu berindikasi terhadap Otoritas pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan karena rentan diintervensi oleh negara luar yang memberikan utang ke Indonesia.
Selanjutnya dalam catatan ini problem Eksploitasi lingkungan, HAM, Demokrasi, Publik Policy dan lain sebagainya penting kemudian untuk kita telusuri ataupun hadir dalam ruang-ruang akdemis/aktivis kampus dan seterusnya. Terkait Eksploitasi lingkungan misalnya, Indonesia dengan jumlah hutan yang terbesar ke-2 didunia dan disebutkan sebagai paru-paru dunia saat ini luas Hutan Indonesia semakin berkurang. Dilansir dari CNN Indonesia Data Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KLHK) menetapkan luas Peta Indikatif Penghentian Perizinan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) untuk Kawasan hutan alam dan lahan Gambut untuk tahun 2022 periode I menjadi 66.512.000 Hektare. Jika di banding PIPPIB tahun 2021 Periode II Jumlah hutan Indonesia atau luasan hutan itu jauh lebih tinggi sebanyak 372.417 HA. Dari data terbaru terlihat luasan lahan PIPPIB gambut dan hutan Alam primer justru berkurang dari periode I tahun 2022. Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Ditjen PKTL KLHK, Belinda Arunawati menerangkan pada 2021 Periode II, Luasan PIPPIB gambut mencapai 5.266.963 ha. Namun saat ini luasan lahan yang tak boleh di konsesi menjadi 5.257.127 ha. Semntara itu, luasan lahan PIPPIB hutan alam Primer pada tahun 2021 periode II mencapai 9.638.649 ha luasnya berkurang menjadi 9.626.951 ha. Pengurangan itu dismapaikan Oleh Belinda di karenakan sejumlah factor terutama perubahan tata ruang atau perbaikan data perizinan atau data kepemilikan. Belinda menyebutkan 66.512.000 ha itu terbagi menjadi tiga kategori. pertama PIPPIB hutan Kawasan, keduan lahan yang memiliki fungsi hutan konservasi dan ketiga, hutan lindung, sehingga tidak boleh di konsesi. Pada kesempatan tersebut juga, Belinda memaparkan KLHK luasan terbaru PIPPIB itu ditetapkan dalam surat Keputusan Mentri LHK No. SK. 1629/MENLHK-PTKL/IPSDH/PLA.1/3/2022. Dengan diterbitkannya PIPPIB tahun 2022 Periode satu akan dilakukan pemutakhiran data setiap enam bulan sekali untuk perbaikan tata Kelola dan Seluruh Gubernur dan Bupati/Kota wajib berpedoman pada peta indikatif tersebut Ketika menerbitkan rekoendasi dan izin lokasi baru. Selain itu, instansi pemberi izin yang termasuk dalam pengecualian terhadap PIPPIB wajib menyampaikan laporan kepada Mentri LHK dan Dirjen PKTL setiap enam bulan sekali.
Dari data terbut dan ditambah lagi beberapa temuan didaerah oleh organisasi lingkungan terlihat di beberapa data yang bisa kita jumpai di media elektronikatau stius-situs pemerhati lingkungan banyak terdapat lahan yang di bebaskan guna proyek industry dan Lingkungan yang di Eksploitasi oleh para oligarki dan mendapat persetujuan oleh pemerintahan terkait. Akibatnya, jumlah hutan lindung, Kawasan dan hutan koservasi semakin berkurang tiap tahunnya. Eksploitasi tersebut tentu menuai sorotan dan kecaman dimasyarakat di beberapa daerah diindonesia hingga kemudian upaya-upaya penolakan terhadap eksploitasi hal tersebut harusnya menjadi perhatian serius dari pemerintah pusat maupun daerah bahwa manusia bisa hidup dengan baik dan layak Ketika berdampingan dengan alam. Jika alam atau hutan terus menerus berkurang tentu oksigen baik akan berkuran dan jika industry-industri selalu beroperasi akan berdampak tercemarnya lingkungan. Isu lingkungan dibeberapa daerah seringkali menjadi momok mengerikan dari para aktivis peduli lingkungan, sebab dibeberapa daerah yang melakukan aksi unjuk rasa menolak industry-industri pertambangan yang ingin atau telah melakukan ekspoitasi terhadap lingkungan mendapat perlakuan intimidatif bahkan represif hingga mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Contoh kasus Alm. Ervaldi masa Aksi yang tertembak timah panas oleh aparat penegak hukum yang mengamankan aksi unjuk rasa penolakan PT. Trio Kencana di Kecamatan Kasimbar kab. Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah pada 12 Februari 2022 silam. Ini adalah kasus terdekat yang kita jumpai, mulai berawal dari lingkungan hingga kemudia membias sampai kepada pelanggaran berat HAK ASASI MANUSIA. Kejadian-kejadian serupa di banyak daerahpun dianggap sebagai hal biasa oleh para penguasa khususnya aparat penegak hukum. Miris di bangsa yang demokratis, yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, justru pemerintah sendiri yang melanggar ketentuan-ketentuan kemanusiaan dan kebangsaan. Warisan oleh para leluhurpun Pancasila misalnya hanya menjadi Narasi belaka. Seperti yang dikatakan oleh Galih Prasetyo dalam bukunya Demokrasi Millenial : Dari Stagnasi ke Regresi ? tiga masalah regresi yang terjadi di Indonesia, Pertama, adalah masalah Lawfare, yaitu penyalahgunaan Hukun dan Lembaga penegak hukum oleh actor politik untuk tujuan politik. Taktik politisasi hukum ini melemahkan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), merusak supremasi hukum, dan menyudutkan kerja-kerja yang dilakukan oleh para aktivis atau masyarakat sipil terutama yang beroposisi. Kedua, penyebab regresi lainnya yaitu, keberpihakan aparat penegak hukum dalam penanganan kasus yang melibatkan pemegang kekuasaan,terutama politisi partai politik. Dulu, jajaran kejaksaan dan kepolisian relative netral dalam menangani perkara yang melibatkan pejabat dari partai penguasa maupun politisi dari kelompok oposisi. Ketiga yaitu manipulasi peraturan atau perubahan aturan-aturan hukum untuk mendorong terjadinya penggelembungan kekuasaan eksekutif.sebagai contoh, aturan tentang pendaftaran partai politik melalui Kementrian Hukum dan HAM, yang menghidupkan Kembali kekuasaan pemerintah untuk mengendalikan partai politik. Contoh lainnya juga adalah penerbitan undang-undang tentang organisasi kemasyarakatan yang jelas memperbesar kekuasaan pemerintah dalam mengendalikan kegiatan organisasi masyarakat sipil.
Melihat fenomena tersebut, institusi pemerintahan yang seharusnya menekan kasus HAM atau yang seyogyanya, pengetahuan itu di terapkan dengan menjungjung tinggi nilai kemanusiaan. Represifitas semacam itu atau masalah lawfare, mnipulasi Hukum dan seterusnya membuat Norma Hak Asasi Manusia (HAM) akan dengan mudah diabaikan. Hal inilah yang kemudian membuat kualitas demokrasi kita semakin menurun atau terdegradasi. Sebagai orang nomor satu dan pemangku keuasaan tertinggi di republic ini seharusnya lebih mengutamakan kesejahteraan dan kedaulatan rakyat diatas kepentingan lainnya ini juga telah termaktub pada konstitusi atau aturan tertinggi di Indonesia yaitu UUD 1945. Apakah problem atau abainya pemerintah dalam menjalankan proses kenegaraan hingga kejadian-kejadian tersebut dibiarkan terus-menerus terjadi ? apakah dengan tidak menjalankan dan atau melanggar amanat konstitusi penuasa tersebut akan terus dibiarkan memimpin bangsa aini ? sudah memasuki usia 8 tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo, dengan segala kontroversi, dan problem kemanusiaan dan kebangsaanyang terjadi, apakah harus dibiarkan berlanjut dan beralut-larut ? sudah cukup nyawa bersimpah ruah di jalanan, air mata tumpah dalam sepertiga malam, mengharapkan kesejahteraan dan keadilan komunal. NKRI kini berdiri jauh dari pondasi awalnya. Hingga kemudian, Semua Kembali bermimpi untuk meneriakkan kata merdeka yang sebenarnya.
Sekian…
Komentar
Posting Komentar